Ekspedisi Hadabuan Hill; Merayakan Kemerdekaan
Selasa, 16 Agustus 2016 menjelang matahari tenggelam, Tim Ekspedisi Hadabuan Hill Labuhanbatu berangkat dari Kedai Kopi Koburebu jl. Belibis Simpang Mangga Rantauprapat. Tim yang terdiri dari utusan Jip Adventure Rantauprapat (JAR), BPK Oi Labuhanbatu, Akber Labuhanbatu, apajake.com dan pencinta alam dilepas oleh Ketua JAR, Andy Permana Siregar dan Ketua Oi, Zuliandi Simatupang.
Selepas menunaikan ibadah shalat Maghrib di Masjid Polres Labuhanbatu kembali melanjutkan perjalanan. Di simpang Aek Buru kami kembali berhenti untuk menunggu seorang sahabat JAR dari Kampung Pajak yang menyusul bergabung serta membeli perbekalan. Akhirnya rombongan menjadi 7 orang dengan mengendari 3 buah jip.
Setelah berkendera di malam hari selama hampir 2 jam dengan jalanan yang bervariasi: aspal, batuan, tanah serta berliku dan mendaki akhirnya kami tiba di Dusun Napompar Desa Pematang Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhanbatu Utara. Dusun inilah pintu masuk menuju Hadabuan Hill, sebuah anakan Bukit Barisan.
Sempat lama berhenti untuk bertanya dan mencari relawan penghubung yang akan memandu kami ke Hadabuan. Setelah bersilaturahmi dengan Kepala Dusun dan warga, seorang relawan memandu kami menuju sebuah pondok di kaki bukit. Medan off road dimulai. Penggerak 4×4 mulai bekerja menembus jalanan tanah melewati kebun sawit warga serta melalui beberapa anak sungai. Sebuah perjalanan yang menegangkan dan juga menantang.
Beberapa ratus meter menjelang tujuan akhir, perjalanan kami terhenti beberapa saat. Jalan terjal dan mendaki serta belokan yang tajam membuat kenderaan harus menarik napas. Syukurlah kami akhirnya berhasil melewatinya hingga batas akhir jalan di sebuah pondok di kaki bukit. Perbekalan diturunkan. Perapian dinyalakan sembari makan malam yang terlambat namun terasa menyenangkan. Kami tidak banyak berbincang karena harus tidur untuk pendakian dini hari nanti.
Pendakian Dini Hari
Pukul 3 dini hari kami terjaga dari tidur. Pendakian akan dimulai. Setelah melakukan pemanasan dan arahan dari pemandu kami Anzani dan Aan kami pun beranjak. Pendakian sesungguhnya dimulai dan kami pun hampir menyerah. Beberapa kali harus terhenti dan beristirahat. Pemandu memberi semangat.
Setelah hampir tidak yakin mampu mendaki dan mengejar terbitnya sang fajar di puncak bukit, kami pun sampai. Sambil bersyukur dan menunaikan shalat subuh kami disambut hangat Bung Haray Munthe. Tidak hanya itu, suara Black Gibbon (Siamang Sumatera) terdengar bersahut-sahutan di kejauhan. Beberapa saat saja kami tiba di puncak tertingginya dimana kawan-kawan Komunitas di Labuhanbatu Utara bermalam. Sebuah pagi yang hangat dan menentramkan. Satu hal lagi yang kami inginkan tercapai, menyaksikan sunrise, matahari terbit.
Upacara Bendera
Setelah puas menyaksikan matahari terbit dan mengabadikan keindahan alam kami bersiap-siap melaksanakan Upacara Bendera Kemerdekaan RI. Khoiruddin Munthe dari KNPI Labuhanbatu Utara tampil sebagai Komandan Upacara dan Suhari Pane, dari Labuhanbatu sebagai Inspektur Upacara. Detik-detik Proklamasi dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya berkumandang pertama kali di Hadabuan Hill.
Penanaman Pohon
Setelah mengikuti dengan khidmat Upacara Kemerdekaan, kami pun mengisi perut dengan perbekalan seadanya. Beruntung kawan-kawan Labuhanbatu Utara berbagi sarapan dan teh di pagi itu. Kami berbagi bekal dan air yang memang tidak ada di puncak. Mata air berada cukup jauh di celah tebing batu yang kami lalui malam tadi.
Setelah sarapan dan berbincang hangat dan menikmati pagi kami diminta menanam pohon beserta harapan-harapan pada Hadabuan Hill dan kelestarian alam.
Turun dan Kembali Pulang
Sesungguhnya kami belum ingin pulang karena belum puas menikmati pesonanya. Kami juga belum bertemu dengan satwa-satwa langka Sumatera. Memang tidak mungkin menemui mereka dengan jumlah orang yang sedemikian besar dan juga waktu yang singkat. Namun kicauan burung-burung dan kepakan sayap burung Rangkong serta pekikan suara Siamang cukup menjawab misteri bukit ini. Demikian juga pepohonan yang rimbun dan tinggi bahkan sangat besar yang diantaranya tumbuh di bebatuan tebing.
Ekspedisi kali ini diakhiri dengan salam persahabatan dan juga perpisahan bersama sahabat dari berbagai komunitas di Labuhanbatu Utara dan juga rekan media. Mungkin ini hanyalah awal dari perjalanan selanjutnya untuk melestarikan hutan yang semakin tergerus oleh illegal logging dan penetrasi perkebunan sawit. Demikian juga satwa liar sumatera yang semakin terjepit dan punah karena menyempitnya rumah mereka ditambah lagi perburuan liar.
Bagi Anda yang menyenangi fotografi dan berfoto ria, banyak spot yang indah dan instagramable. Kami tidak dapat menyajikannya dengan maksimal karena sahabat fotografi kami berhalangan ikut dan kondisi fisik yang lelah membuat kami enggan berburu. Mungkin juga untuk membuat Anda penasaran dan harus melihatnya sendiri. Kami bahkan tak sempat ikut membersihkan diri di sebuah pemandian di Desa Pematang.
(Foto: Ghaffara, Adhi S & TP)
Tatang Pohan, apajake