karapan sapi
Puisi Puisi Saiful Bahri dan Elmira Damayanti
karapan sapi
Oleh: Saiful Bahri
lancip besi tusuk imaji
tersulam merah di punggung sapi
kulit merah sebab lelah
hitam fana tersabet luka.
kau ini mau apa?
hingga luka dibuat tawa
gungsing riang nyaring gang
paku-paku menusuk rindu.
tandang bising di tanah kering,
rumput mati kepanasan
jalan debu angin menangis
pohon gedung tawa ria
kecuali dadamu: luka tertusuk paku.
dulu hari mekar ilusi
hari berubah jadi duri
menyakiti surau-surau janji.
hingga rasa yang terkutuk
melepaskan kehangatan
yang abadi: lokalitas karapan sapi.
Bungduwak, 30 Juli 2018
lotrengan
Oleh: Saiful Bahri
di lapangan hijau ini,
aku duduk dengan tenang
menanti kaki pijakan sapi
tegak di kayu jati itu
beku tanpa menoleh,
ke kanan dan ke kiri.
sapi hias berbaju emas itu
disusul musikal saronen ala Madura
senandung tandak bernyanyi-nyanyi
melantunkan leking suara-suara
hingga terlihat titik temu keindahan
saronen masih nyala
melantunkan cahaya doa
dan merongrong suasana.
-tampar memanjang
-kabar kian terbang
hinga mentari kan menepi
di ufuk senja yang memerah.
kaos merah liris putih
mengaji ihwal adat budaya
sebagai titipan moyang kita.
kidung lotrengan menjadikan
diri ini bangga
tegak raban di batas juara.
lotrengan: bahasa Madura, salah satu kebudayaan Madura yang masih kental hingga kini dengan cara memainkan sapi betina yang dihiasi baju-baju keindahan di setiap tubuh sapi-sapi yang dilombakan. Biasanya orang Madura menyebutnya: sape sono’ atau biasa menyebut lotrengan. Permainan sapi betina ini biasa diadakan di musim kemarau. Sapi yang penurut berpijak tegak di atas kayu, atau di tempat yang disediakan pijakan sederhana seperti kayu jati: ialah juaranya.
ronggeng saronen dari Madura
Oleh: Saiful Bahri
orkes simfoni dari Madura,
berjalan menyusuri tubuh gersang
melepas tangan di bibir kemarau
lurus mengarah mata sejarah.
-gong sanjung menuju Tuhan
-kempul nyaring mengakar hati
-bonang rima diterkam nada
-riang kenong ramai tandang
-gendang membela matahari
-kaleles menanti karapan sapi
orkestra ronggeng dari Madura
ialah intrumen musik saronen
duduk di amperan tanah moyang
meniup nafas-angin kemarau
simbal bundar kian sangar.
kalau tak ada bunyi saronen
budayawan kesepian.
bila cinta tanpa nada
musim beku kelaparan.
:resital nada-nada cinta
sebening iga saronen Madura.
Bungduwak, 30 Juli 2018
Saiful Bahri, kelahiran Sumenep-Madura, O5 Februari 1995 adalah tanggal lahirnya. Selain menulis, ia juga seorang aktivis di kajian sastra dan teater “Kosong” Bungduwak. Perkumpulan dispensasi Gat’s (Gapura Timur Solidarity), Fok@da (Forum komunikasi alumni Al-Huda), sekaligus perkumpulan (Pemuda Purnama). Disela-sela kesibukannya ia belajar menulis Puisi, Cerpen, Cernak, Esai, Resensi dan Opini, dll. Tulisannya pernah pernah tersiar dan dimuat di koran lokal maupun nasional.
Galau
Oleh: Elmira Damayanti
ini malam sudah larut, sayang
berkali-kali ku bersihkan mata
tak lupa pula dengan kawannya sepanjang masa
agar aku tetap bertahan di atas
lembar kusut yang lebih pilu dari kenyataan
tak ada yang lebih menarik selain menulis
meski puisiku tak telalu seksi
namun aku tetap meriasnya malam ini
karena hanya dalam puisi
aku merasa tak sendirian lagi
tak apa kau tak mengerti dengan sajakku ini
yang sudah seperti bulan gagal purnama berkali-kali
aku hanya ingin kau tahu
bahwa hanya namamu yang diasir setiap malam tanpa waktu
aku tak butuh engkau yang pandai menerka
yang ku butuh hanya bahagia saja
biar aku terporosok jauh dalam sunyi yang pilu
kau tetap saja menunggu di luar
jangan bicara cukup berdoa
karena menjadi gila tak sebahagia kelihatannya
Gapura,2019
Arah Pelayaran
:Muhammad ilzam milanisti
Oleh: Elmira Damayanti
pada dentum ombak yang tak pernah gamang ini,dik!
satu buah puisi aku sematkan di antara getar gelombang
jika kau sudah terlalu jauh berlayar kemudian tak tahu arah pulang
rengkuhlah puisi itu kedalam batinmu
lalu lemparkan ke bulan kata-kata yang sudah melekat di benakmu
hidup bukan seperti apa yang kau pandang
kadang kala angin tak pernah menitip kata
kapan ia akan tertawa lantang,membekammu sendirian
ia hanya simpang siur sesuka hati
tak pernah punya waktu kapan datang pergi
kemudian, jika puisi itu tak mampu membawa kembali
matikan kapalmu,dan juga matamu
jangan tegesa hendak bergerak kemana
diam saja ikuti semuanya
nanti kau juga akan kembali, jika tidak pada kami
mungkin pada imaji.
Gapura,2020
Permainan
Oleh: Elmira Damayanti
aku ingin mempunyai sebuah permainan
permainan yang sulit diterima siapa saja
seperti yang diracaukan orang-orang tentang puisi
atau drama hidup yang dimainkan tiap hari
di jalan lengang atau pemetak sawah
tempat kita berjalan tanpa kata
aku ingin selamanya bermain-main
entah puisi atau cerita yang tak pasti
hingga membuatmu mengerti
bahwa perempuan yang sudah sejak lahir
begitu gencar menghadiri medan perang sepertiku
sangatlah butuh kepada dunia
yang tak bisa diterima selain jiwa yang sama sakitnya
sambil melihat langit yang tak lagi biru
dan hujan yang bukan rindu
aku ingin kenalkan engkau dalam duniaku
bahwa sejatinya dunia adalah abu-abu
Gapura, 2020
Elmira Damayanti lahir di Bancamara Giliyang pada 17 Mei 2004. Merupakan siswi MA. Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep. Kini sedang menjalani studinya di kelas XI Jurusan Agama. Alumnus MI dan MTs. Al-Hidayah Bancamara. Aktif di Sanggar Kencana dan Komplotan Jiwa Netral (KJN). Tahun ini mendapat juara 1 tingkat kabupaten dan harapan 1 se-Jawa Timur dalam lomba baca dan cipta puisi PORSENI 2019.
Photo by Mulemwa Lubinda from Pexels