14 Hari Puisi Religi: Sabda Subuh
Puisi Religi Ahmad Kohawan dan Reyen Rs
Sabda Subuh
Oleh: Ahmad Kohawan
jangan dengarkan aku
pada Kata kau memuja
jangan dengarkan aku
pada Kata kau meminta
duhai tangis
yang menangis sendiri
berdoalah
bila perlu mengutuklah
mereka dan dusta itu
bila perlu mengadulah
mereka dan neraka itu
di penghujung subuh
usah kau lepas
hingga tak ada lagi rahasia
Parepare, 2020
Mengaji Puisi
Oleh: Ahmad Kohawan
jika ketetapan tiba tepat waktu
nafas terakhir menimbang bekal
rebah bersama subuh yang sembap
perkenankan aku mengaji
di sini, di kampung halaman
meski sebentar
beri ruang bagi puisi
hingga bait terakhir
biarkan ia saksi
di ujung doa dan pagi
yang berjalan
menyulut suluk
yang sulung
Parepare, 2020
Puasa Pertama
Oleh: Ahmad Kohawan
sipu wajahnya menawan gairah
ketika lengan tanpa sengaja menyentuh ujung jari
ia yang membawa menu
mengapa harus tersipu?
sedang ia baru saja jatuh ke dalam jurang
yang ia tak tahu ke mana ujungnya
sumbu waktu belum bergerak
seperti bisu, menunggu puasa pertamanya.
Parepare, April 2020
Ahmad Kohawan, lahir dan tinggal di Parepare, Sulawesi Selatan. Menulis puisi dan esai. Beberapa puisinya terangkum dalam antologi puisi, antara lain: Kata-kata yang Tak Menua Benteng Penyair Makassar Sastra Kepulauan, 2017; Soekarno, Sastra dan Cinta Festival Sastra Bengkulu, 2018; Kuantar Kau ke Makassar F8 Makassar, 2018; Bulu Waktu Sastra Reboan, 2019. Ia dapat dihubungi melalu surel: ahmad.safar53@gmail.com.
Hamba
Oleh: Reyen Rs
Merintik bulir, menguntai isak
Pada panggilan yang sama aku tak mampu terbelalak
Begitu sunyi penuh narasi, aku berkilah penuh kesah
Ah… Penjaga Jagad
Aku mati pada jasad
Tak berbudi tak sempat bertaubat
Mencari senja pada amalan fatamorgana
Mengais kasih bila memungkinkan aku berharap pamrih
dari doa-doa yang kurapal
pada mantra-mantra yang lalai aku jajal
pada lafaz akhir yang mana tak sempat lagi aku berkesal
Allah… Pemilik warna
Tiada lagi putih menggambar hitam lakuku yang durhaka
Pada terik mentari sejengkal, akalku kembali terberai
Lupa…Lupa…Lupa
Habis pada satu muzhab orak arik dunia
Di batas zaman mengajakku lupa akan hari bila
Inilah si pendurhaka yang mencari setitik belas kasihNya
Andai aku termasuk dalam manusia yang menghamba
Lauh Mahfuz
Oleh: Reyen Rs
Pada dinding sujud yang merentap mata tak berbola
Putih menghitam mencatat kubik-kubik dosa pada lambat hari menghitung dahaga
Tersedak pada hamparan kebasahan do’a
mencoba memanjat menara Sang Rahmah
berharap ada safaatnya walau seberat zarrah
Sekira bermakna catatan pada awal buta
Ingin yang masih belia, aku merangkak dari kubangan jahilliyah yang nyata
Mencoba meraba-raba, menghardik keras nafsu dunia
untuk rebah di sisi Sang Pemilik Raya
Ya Robbana…
Beri aku setitik lewat masa
Di mana kira jiwa yang lama tak menyapa
Sempatkan aku menangkub syahdu nasuha
Seandai bisa kuperbaiki cacat rupa
Di Lauh MahfuzMu saat aku baru belajar mengeja…
Yenni Reslaini, lahir pada 14 Juni 1990 di kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Anak ke-6 dari pasangan Almarhum Ramlan Ritonga dan Almarhumah Saridah Munthe. Lulusan dari Universitas Alwashliyah Labuhanbatu jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Menggunakan nama pena ReYen RS. Bergabung dan aktif di FLP cabang Labuhanbatu dari tahun 2015. Karya yang sudah dibukukan berupa cerpen “Jangan Panggil Aku Sebelum Kau Mencinta” dalam antologi cerpen FLP Labuhanbatu “Ceritamu Ceritaku di Rantauprapat” (Kinomedia). Novel “Takdir Ilalang” (Penerbit Ahsyara). Penulis juga adalah salah satu Fasilitator di SDIT Alam Arrozaq Rantauprapat. Email: lovebird8282changyang@gmail.com, facebook: Yexih Junlain, Ig: @MeoxiJ
Foto oleh Rangga Zaura