Kita Harus Belajar: Meneguhkan Konsep Pendidikan Ki Hajar
Opini Zakiyatul Miskiyah
Perjalanan pendidikan di negeri ini tidak akan lepas dari beraneka ragam desain pendidikan yang ditawarkan Mentri Pendidikan, mulai KTSP hingga penerapan K-13 yang tentu awal mulanya banyak menimbulkan kotraversi. Namun dalam hal ini menandakan bahwa bangsa kita hari ini tidak miskin dengan keilmuan, melainkan krisis karakter generasi bangsa yang mulai luntur nilai kerohaniannya, budi pekerti dan luhurnya. Quraish Shihab berargumen dalam bukunya mengenai tantangan bangsa hari ini adalah bukan masalah “kebodohan” melainkan masalah “Sok Pintar”.
Mengingat kembali mengenai tujuan pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari tujuan ini sangatlah jelas bahwa pendidikan merupakan media untuk memajukan bangsa ini. Bahkan pernah ada pernyataan bahwa jika Indonesia dulunya tidak peduli dengan adanya pendidikan, tentu Indonesia tidak akan berdiri kokoh sampai saat ini.
Permasalahannya sekarang adalah, bukankah banyak orang berpendidikan hari ini tapi masih tidak bisa move on dari hal yang tak mencerminkan dirinya terdidik? Bukankah mereka yang terjerat kasus korupsi adalah orang yang berpedidikan tinggi dari Universitas ternama?, lalu dari hal ini siapa yang harus disalahkan?.
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, peran pendidikan atau yang identik dengan jihad bil Ilmi yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro, tentu memiliki sumbangsih besar untuk kemerdekaan negara Republik Indonesia. Terutama menjawab tantangan pendidikan Indonesia. Karena ketika itu, penjajahan melalui keilmuan dapat dicegah dengan adanya pemikiran dan gagasan untuk memajukan pendidikan Indonesia.
Tiga pokok konsep pendidikan sederhana yangditerapkan Ki Hajar, yaitu Pertama, Ing ngarsa sung tulada yang maksudnya adalah didepan memberi teladan. Kedua, Ing madya mangun karsayang artinya di tengah membangun kehendak atau niat. Terakhir, Tut wuri handayani maksudnya disini, dibelakang memberikan dorongan atau motivasi. Dulunya, konsep ini hanya diterapkan untuk pendidik, namunkonsep tersebut dapat dijadikan acuan untuk mendisain pendidikan Indonesia hari ini. Bagaimana tidak, bila konsep tersebut dapat di terapkan bukan hanya didalam pendidikan, bahkan konsep perpolitikan dan kepemimpinan pun dapat menjadi acuannya.
Sederhanyanya konsep seperti ini dalam bidang pendidikan untuk peserta didik dengan konsep K-13 dapat menonjol apabila ditanamkan kesadaran bahwa tujuan terpenting dalam pendidikan adalah memberi teladan bagi sesama atau disebut dengan konsep Ing ngarsa sung tulada. Kemudian peserta didik dibangun dengan konsep memberikan kemauan, kehendak serta niat untuk membangun negeri ini lebih baik atau yang disebut Ing madya mangun karsa. Terakhir, Tut wuri handayaniyaitu dalam diri mereka diberikan dorongan untuk mendorong diri mereka tidak menjadi generasi instan atau pribadi mandiri.
Konsep ini kemudian tidak hanya berhenti pada bidang pendidikan, merambat jauh dari tersebut perpolitikan dan kepemimpinan pemerintah tentu dapat menjadikan tiga konsep tersebut sebagai desain kepemimpinannya.
Bayangkan saja, apabila seorangpemimpin memimpin negara ini, tidak hanya menjual visi dan misi, melainkan komplit dengan sosok keteladanan mereka, tentu kampanye dari tahun-ketahun tak akan menimbulkan disentegrasi sosial. Kemudian, apabila pemimpin hari inimemiliki niatan bersih karena murni pengabdian untuk bangsa ini, maka kasus korupsi di Indonesia tidak akan menjadi budaya. Terakhir, ada dua kemungkinan dalam hal ini, menjadi pendorong; memiliki mental yang selalu memberi dorongan masyarakat ini lebih memajukan tanah air atau menjadi yang didorong maksudnya pemerintah dapat menerima bahkan terdorong untuk bersikap transparansi dan merakyat sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar yang meninggalkan gelar kebangsawanannya karena hanya bebs dekat dengan rakyat. Tentu sulit menemukan sosoknya di zaman sekarang. Namun tidak dapat menutup kemungkinan pemikirannya dapat diterapkan untuk membugarkan kembali pendidikan Indonesia.
Penawaran konsep kepemimpinanny dalam bidang pendidikan tidak hanya pada tiga konsep tersebut. Tetapi, dalam pemikirannya ada fatwa menarik yang dapat dijadikan pegangan diantranya, Tetep, antep dan mantep; ngandel, kandel, kendel dan bandel; Neng, ning, nung dan nang.
Analisis pertama, Tetep, antep dan mantep artinya pendidikan harus memnciptakan keistiqamahan atau ketetapan pikiran dan batin, serta memiliki pemikiran yang kokoh atau tidak mudah terombang-ambing.Dari ini akan melhirkan orang yang terdidik dan tida. Dalam hal ini, bukan perkara kualitas lembga pendidikannya, melainkan cara mendidiknya.
Kedua, ngandel, kandel, kendel dan bandel bersal dari bahasa Jawa yang artinya, “berpendirian tegak”. Tentu pendidikan harus mencetak generasi yang teguh dalam pendiriannya, yang memiliki prinsip dan berani menegakkan kebenaran. Sedangkan istilah bandel bermakna tahan uji. Setiap ada badi apapun, seorang terdidik akan mengamggap itu perkara bisa yang dengan hal tersebut ia sadar karena ia edang diuji dan tentu orang yang terdidik tidak akan hilang nyali untuk menjalani proses ke arah yang lebih maju.
Ketiga, Neng, ning, nung dan nang artinya Pendidikan itu menciptakan kesenangan perasaan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung). Dari hal ini melalui pendidikan berada pada tataran religius, karena ilmu yang didapat dari didikan kemungkinan besar datang utuk orang yang memiliki kesucian pikiran atau untuk menyucikan pikiran.
Dari beberpa konsep yang diterapkan oleh Ki Hajar diatas, pokok konsep sederhananya hanya terkandung dalam nama julukannya, yaitu Ki Hajar-akronim dari “Kita Harus belajar”. Tentu belajar dalam segala hal, belajar menghargai, belajar di bangku lembaga pendidikan, belajar mencintai sesama atau juga belajar untuk tidak menyakiti sesama, bahkan belajar mengenal diri sendiri.
Referensi:
Koesoema A, Doni. 2015. Strategi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT. Kanisius
Darsiti, Suratman. 1985. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Majelis Pendidikan dan Kebudayaan
https://swdinside.blogspot.com/2015/09/tut-wuri-handayani-konsep-pendidikan-ki.html
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
Zakiyatul Miskiyah, bertempat tinggal di Banyuwangi, sedang berproses di PP. Annuqayah Lubangsa Putri tepatnya di lembaga FRASA (Forum Literasi Santri) dan mahasiswa aktif INSTIKA Guluk-guluk Sumenep
Foto oleh TH Pohan