Bait-Bait Petani Gabah. Dada-Dada Tabah
Puisi puisi Yandi Chidlir Wildanta
BAIT-BAIT PETANI GABAH, DADA-DADA TABAH
/1/
Seekor murai berdesir pagi-pagi sekali
kesiur yang senyap-senyap menyelinap
kami dengarkan dengan segala kekhidmatan
tembang paling jernih, lamat-lamat kesucian
di luar, matahari telah di atas kepala
mengamati kemana arah bayang-bayang
batang merbau: yang tinggi, yang menjulang
di bawahnya, peluh-peluh telah menjadi minuman
petani-petani gabah, dada-dada tabah
/2/
Pada sebuah petang yang memerah
kaki-kaki ringkih berpijak,
merunuti lembah-lembah cadas.
meratapi jalan-jalan samar, sepanjang catatan
nasib, antara lapang dan berpulang
di teras rumah, anak-anak permai berbaris
menafsiri segala kecemasan
dalam dada mereka, benih-benih nasib serupa
rapalan doa tak sudah. Segala yang menjadikan
mereka ada
SEPANJANG PERON DAN LAMAT-LAMAT KESUNYIAN
di sepanjang peron
antara Kertapati dan Selero
aku menunggu kepulangan
berita kabar yang samar-samar kudapati
dari mimpi-mimpi, dari malam paling sunyi
di sepanjang peron ini
jalan-jalan begitu lapang
kursi-kursi kesepian, lampu-lampu berkedip
mengedipkan segala yang memandang
di sepanjang peron ini. Kendati matahari
telah melambai dan suar-suar Langkah
kecil kian melangkah -antara pulang dan tualang-
kau tak kunjung datang
maka, di sepanjang peron ini
antara Kertapati dan Selero
aku menanggalkan diriku sendiri
pada sebuah kehilangan, kesunyian
kuberangkatkan tubuhku pada segala yang abdi
mengantarkanku dengan entah. Kendati nanti, kau akan
datang dengan keterlambatan
yang kau dan aku sesali
Pagar Alam, 26 September 2020
JALAN MENUJU TUBUHMU
Jalan menuju tubuhmu
adalah hutan nestapa yang berkabut
beraroma tangis air mata yang pekat
mengikat kaki-kaki kurusku
Kala malam menjelang
dan pekik jangkrik telah terdengar
tubuhmu menjelma mitos yang tabuh
segala yang larang dan langgar
Di sepanjang jalan menuju tubuhmu
sebuah tebing curam, segumpal awan hitam
dan nyanyian petir merapal
segala mantra-mantra kutukan
Jalan menuju tubuhmu
seperti sebuah aliran sunga-sungai
yang deras, mencekam
yang tak satupun hendak menyusuri muara
kemana gerangan tubuh bersemai
Pagar Alam, 26 September 2020
Yandi Chidlir Wildanta, Lahir di kota Pagar Alam (Sumatera Selatan) pada 21 Februari 2001. Sedang menempuh Pendidikan di S1 Bahasa dan Sastra Indonesia UGM. Dapat dihubungi via email Yandichd21@gmail.com dan Instagram @yandichd21.
Foto oleh TH Pohan