Tunduk Menunggu Kematian
Puisi puisi Kiki Nofrijum
Tunduk Menunggu Kematian
Pada suara yang aku dengar,
dan rupa yang aku pandang.
Hanyalah seperti kayu lapuk yang termakan kumbang
Pada keriput tubuh yang menjamahi sepi,
dan ingatan yang membawa gelisah.
Kini, aku hanyalah tunduk menunggu kematian.
sampai datangnya kabar,
tentang tanah yang tak sabar.
Melepas sepetegak pakaian,
mengulum tubuh meninggalkan tulang
dan menyisakan kenangan di sepanjang jalan.
Sijunjung, 2019
Aroma Angin
Akankah aku hirup aroma angin
yang datang kepadaku?
Seperti petang malam,
angin aroma bakso urat,
angin aroma nasi padang.
Barangkali, angin akan tiba
dengan menu makanan eropa.
Seperti pizza, kentucky,
atau apalah namanya.
Ondeh tumbai jie den
Sudah terbayang perutku
akan meloyo lagi,
dan buang angin
aroma campur rasa.
Padang, 2019
Memungut Kenangan Itu Lagi
Malam telah naik dan orang-orang mulai beranjak turun.
Memainkan perannya masing-masing.
Ada pengemis, pengamen, tukang parkir,
pedagang kaki lima dan masih banyak yang lainnya.
Bila pulang, mereka meninggalkan gelisah di sepanjang jalan
dan waktu memungutnya menjadi kenangan.
Malam naik lagi, dan orang-orang turun lagi,
memainkan peran yang itu lagi,
dan waktu memungut kenangan itu lagi.
Sijunjung, 2020
Gadis-gadis Dalam Sezaman
/1/
Waktu melayang-layang di atas piring gadis-gadis
yang sedang menari; menampung harapan.
juga alunan musik yang setia mengiring,
ibarat asap kemenyan
mengantar doa-doa untuk menembusi langit.
/2/
Waktu terus menemani bedak tebal dan lipstik pekat
pada gadis-gadis yang mengadu nasib.
Meniadakan kata-kata harapan,
sebab harapan hanyalah setumpuk kayu
yang kemudian menjadi abu.
Sijunjung, 2020
Kiki Nofrijum lahir dan besar di Sijunjung, Sumatera Barat. Menyibukkan diri di kampung belajar ilmu puisi kepada siapa saja. Knofrijum@gmail.com Fb/Ig: Kiki Nofrijum