Secangkir Kopi dan Pena
Puisi-Puisi Epi Muda
Belajar dari Rumah
Setiap pagi aku menemukan secarik kertas
Berserakan menghiasi meja belajarku dengan leluasa
Ibu segera mungkin memanggilku dengan deru suara keras
Aku melihat setiap gurat-gurat melilit di kedua bola matanya
Selepas mencicip urat-urat ubi kayu dengan kopi pahit
Aku mengebas setiap kata dan kalimat dalam buku pelajaran
merangkumnya menjadi ribuan ilmu baru yang melilit
untuk bernaung dalan ingatanku dengan anggun
Aku tak lupa memukul waktu yang begitu cepat memangkas setiap materi
Aku belum mengerti dengan sungguh karena jaringan yang selalu memakan hati
Aku mensisakan waktu hanya menatap dan membayangkan materi
Yang hanya numpang sementara setelah kesekian kalinya aku mencari
Terlalu menawan ketika cawan derita itu di minum dalam derai air mata
Selepas aku penat dan terpukau
aku pamit kepada meja, buku, handphone, waktu dan air mata
untuk mengumbar semangat dengan segelas kopi pahit buatan ibu
Unit Gabriel, 2020
Habiru
Ada segudang rindu yang selalu menumpuk
Dan mengawinkan waktu sunyi
Dengan alamat yang selalu buram.
Ada segudang tanya yang terus
Bertanya tentang langkah kedua kaki
Entah itu sebuah ilusi untuk sementara waktu
tetapi ada sebuah nama yang selalu menamakan dirinya tuan habiru.
Ada segudang kisah setelah mata terlelap
Pada sebuah simpang waktu
Berakhir sudah setelah seribuh langka memenuhi
Sepotong kertas yang terus berkisah tentang habiru, si petualang cerdik
Simpan lara.
Unit Gabriel, 2021
Penaku sedang Menari
Penaku terus menari
Layaknya menelurkan sajak berfariasi
Entah itu puisiku yang paling puitis.
Ada banyak catatan
Yang aku catat pada dinding rindu
Perihal jejak kaki miris tak berpula dan tak bertuan.
Setiap waktu pena mengajariku untuk mengawinkan
Setiap kata menjadi anak kalimat
Yang terus menhujani kertas usangku.
Luka yang terus berluka adalah ruang datangnya rindu
Tatapan sinis adalah kisah yang sedang merajut melukai
Dalam buritan sendu semalam
Ketika penaku tak pernah lelah dan telat mengisahkan cakrawalanya hidup.
Itulah pena mengajariku mengejar mimpi lewat catatan kusam tapi intens.
Unit Gabriel, 2021
Secangkir Kopi dan Pena
Pada lemaran pertama senja itu
Ayah mengajariku untuk menyandingkan secangkir kopi dengan suasana
Dan pena adalah petugas handal yang terus melayang di atas kertas putih kusam.
Ada lembaran kerta putih usang
Yang terus dicoret dengan pena adalah kisah yang menyembuhkan dan melukai.
Sembari penaku tak telat menitipikan kenangan
Bersama secangkir kopi yang selalu rintih dalam rindu.
Unit Gabriel, 2021
Epi Muda, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere. Penulis sekarang berdomisili di biara SVD unit Gabriel.
Photo from Pixabay